MenuPilih Menu
Beranda » Berita Media » Konferensi Perempuan Timor II Siap Mendorong Percepatan Pengesahan RUU PKS

Konferensi Perempuan Timor II Siap Mendorong Percepatan Pengesahan RUU PKS

(1667 Views) November 22, 2017 2:09 am | Diterbitkan oleh | Tidak ada komentar

konferensi-perempuan-timor-ii_20171120_213230Forum Pengadaan Layanan (FPL) untuk perempuan korban kekerasan bersama Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Mampu (Program Pemberdayaan Perempuan Kerja sama Australia dan Indonesia) dan Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) akan menyelenggarakan Konferensi Perempuan Timor II.

Rencananya, konferensi tersebut dilaksanakan di ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan yaitu SoE pada Selasa (21/11/2017) hingga Rabu (22/11/2017).

“Salah satu poin yang kami akan dorong melalui konferensi ini adalah meminta DPR RI agar segera mengesahkan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS),” ungkap Indriati Suparno, Komisioner Komnas Perempuan dalam konferensi pers pada Senin (20/11/2017) di Kelapa Resto Kupang.

Selain mendorong DPR RI agar mengesahkan RUU PKS menjadi UU PKS, konferensi yang dilaksanakan selama dua hari tersebut akan mendorong hal-hal lain seperti mendorong pemerintah agar ikut terlibat melaksanakan rekomendasi dari Konferensi Perempuan Timor I dan II agar dapat mengurangi kekerasan terhadap perempuan.

Selain pemerintah, konferensi ini juga akan meminta organisasi masyarakat untuk terlibat dalam mencegah atau melakukan tindakan strategis lainnya untuk mencegah kekerasan yang terjadi pada perempuan.

“Tidak bisa satu pihak saja. Tidak bisa mengharapkan cuman LSM saja, atau Komnas Perempuan saja, tapi kita meminta semua pihak untuk aktif terlibat dalam rangka menghapus kekerasan terhadap perempuan,” ungkap Libby Ratuarat-Sinlaeloe dari Rumah Perempuan.

Oleh karena itu, direncanakan akan hadir 150 tokoh dalam Konferensi Perempuan Timor II, baik dari DPRD, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perwakilan FPL, Organisasi Perempuan di Timor, akademisi, media, dan tokoh lainnya, baik dari agama, adat maupun tokoh masyarakat.

Mengusung tema, Mendorong Komitmen Multipihak dalam Upaya Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan”, konferensi ini dilaksanakan untuk memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP).

16HAKTP merupakan kampanye Internasional untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

Dimulai dari 25 November sebagai Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan hingga 10 Desember sebagai Hari Hak Asasi Manusia.

“Dipilihnya rentang waktu tersebut agar ada hubungan simbolik bahwa kekerasan terhadap perempuan juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia,” tutup Indriati Suparno.

Hadir dalam konferensi pers tersebut, Sri Mulyati dari SAPA Institute dan Filipin Taneo Terik dari Sanggar Suara Perempuan. (*)

Sumber: kupang.tribunnews.com

Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Tahun 2016-2017 Meningkat

Dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ke-16 (16HAKTP), Forum Pengada Layanan (FPL) untuk perempuan korban kekerasan, gelar konferensi Perempuan Timor II.

Kegiatan yang bekerja sama dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan ) dan Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BAKTI) ini digelar di So’e, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dimulai hari ini 21-22 November 2017.

Kegiatan ini merupakan bentuk penguatan Jejaring Gerakan Perempuan dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempaun.

Dewan Pengarah Regio Timur FPL Rambu Atanau Melia melalui Wakil Direktur Sanggar Suara Perempuan So’e Filpin Therik, kepada wartawan saat Jumpa pers di Kelapa Restaurant, Senin (20/11/2017) mengatakan, saat ini Provinsi NTT tergolong sebagai daerah darurat kekerasan terhadap perempuan.

Mereka (FPL) mencatat terdapat 673 kasus kekerasan terhadap Perempuan pada tahun 2016. Bulan Oktober 2017 FPL mencatat 349 kasus yang sudah dilaporkan dan ditangani.

Itu pun kata dia, sejumlah kasus ini hanya yang terjadi di wilayah kerja FPL TTS, TTU dan Kota Kupang. Artinya, masih banyak kasus yang sama di daerah lain yang belum tercatat.

“ini hanya dari wilayah kerja FPL di Kabupaten TTS, TTU, dan Kota Kupang,” ungkap Filpin.

Karena itu, Filpin mengatakan, upaya-upaya untuk mempercepat penghapusan kekerasan terhadap perempuan memerlukan sinergi dari berbagai pihak.

“Penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan kerja bersama dan sinergi berbagai komponen bangsa, untuk bergerak bersama melakukan upaya dan terobosan sesuai kewenangannya,” katanya.

Dia menambahkan, Pemilihan NTT sebagai tuan rumah, tidak terlepas dari kenyataan bahwa NTT adalah Provinsi termiskin ketiga di Indonesia setelah Provinsi Papua dan Papua Barat.

“Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTT di tahun 2016 melansir jumlah penduduk miskin, hingga Maret 2016 mencapai 1,149 juta orang atau 22,19%. Angka gizi buruk naik dari 1.918 anak tahun 2015 ke 2.360 anak tahun 2016,” tambahnya.

Sementara itu, mewakili Komisioner Komnas Perempuan, Indriati Suparno mengatakan, konfrensi perempuan Timur II merupakan serangkaian awal diselenggarakan dalam rangka memperingati 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan.

“Dalam rangka 16 hari anti kekerasan tehadap perempuan, kami ingin menggunakan momentum ini untuk mendorong para pihak, khusunya pemerintah pusat dan daerah untuk mendukung upaya penghapusan terhadap kekerasan,” Ujarnya.

Salah satu fokus Komnas perempuan menurut dia, sedang mengusulkan melalui pihak DPR membuat rancangan UU penghapusan terhadap kekerasan sexual.

“Nah, ini adalah upaya Komnas Perempuan bersama FPL untuk mendorong kebijakan yang melindungi korbam kekerasan, khususnya kekerasan sexual,” terangnya.

Dalam Konfrensi ini Komnas Perempuan dan FPL mendorong beberapa poin di antaranya:

  • Pemerintah dan Legislatif Provinsi, Kabupaten/Kota untuk ikut terlibat dalam melaksanakan rekomendasi yang dihasilkan dari konfrensi perempuan Timor I dan II, dalam upaya untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan.
  • Organisasi masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat terlibat dalam pencegahan, penanganan serta tindakan strategis lainnya untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
  • DPR RI segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Sexual.
  • Serta mendorong sinergi semua pihak untuk aktif terlibat dalam upaya penghapusan terhadap perempuan.

Penulis  :  Tarsi Salmon

Editor     :  Boni Jehdin

Sumber: voxntt.com

Kategori: