MenuPilih Menu
Beranda » Berita Media » Koalisi Perempuan Disabilitas Dukung RUU P-KS Cepat Disahkan

Koalisi Perempuan Disabilitas Dukung RUU P-KS Cepat Disahkan

(1519 Views) March 8, 2019 7:49 pm | Diterbitkan oleh | Tidak ada komentar

Koalisi Gerakan Perempuan Disabilitas bertemu dengan Komisi VIII DPR RI. Mereka melakukan audiensi untuk mendukung percepatan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).

“Dalam rangka International Woman’s Day juga kami datang untuk menyampaikan dukungan kami terhadap RUU (Penghapusan) Kekerasan Seksual ini,” kata Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani Rotinsulu di ruang rapat Komisi VIII DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (8/3/2019).

Maulani mendukung percepatan RUU ini karena menurutnya isu kekerasan seksual dialami juga oleh penyandang disabilitas. Selain itu, menurutnya, anak-anak, perempuan, dan penyandang disabilitas adalah kelompok yang rentan dan beresiko tinggi mengalami kekerasan seksual.

“Kita mendukung, kemudian kita memberi masukan-masukan bahwasanya ketika ada beberapa anggota DPR mengatakan bahwa RUU ini target utamanya ada tiga ya, perempuan, disabilitas, dan anak,” ujarnya.

“Nah, kalau mereka men-statement-kan itu mereka harus mempertimbangkan bagaimana berinteraksi, aparat penegak hukum berinteraksi kepada korban-korban disabilitas, terutama disabilitas anak dan perempuan,” imbuh Maulani.

Maulani belum melihat secara spesifik di dalam RUU ini bagaimana aparat penegak hukum mempersiapkan diri untuk bisa melayani penyandang disabilitas. Ia juga akan mengusulkan adanya pendamping untuk para disabilitas yang mengalami kekerasan seksual.

“Jadi, ada pendamping psikologis, ada pendamping hukum, ada pendamping disabilitas. Misalkan saja, dia seorang tunawicara. Nah, pendampingnya adalah misalkan interpreter bahasa isyarat. Kemudian dia adalah intelektual disabilitas, pendamping disabilitasnya misalkan orang-orang yang dipercaya oleh dia,” jelasnya.

“Jadi, pendamping disabilitas itu adalah sikap bentuknya pear support karena tidak begitu mudah untuk bagi disabilitas intelektual maupun disabilitas mental untuk mempercayai orang lain. Oleh karena itu, dibutuhkan orang yang dipercaya oleh dia,” lanjut Maulani.

Senada dengan Maulani, Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia (PJSI) Yeni Rosa Damayanti, juga mendukung RUU P-KS karena menurutnya banyak hal yang belum ada dalam KUHP. Hal tersebut antara lain tidak ada perlindungan terhadap saksi korban, ataupun kasus pemaksaan pemasangan alat kontrasepsi.

“Makanya kita perlu RUU P-KS karena RUU P-KS ini akan meng-cover hal-hal yang tidak diatur di Kitab UU Pidana dan juga mempermudah penyandang disabilitas, soalnya penyandang disabilitas misalnya kesulitan biasanya dalam memberikan pembuktian bahwa dia dipaksa. Susah,” ujar Yeni.

Menurut Yeni, penyandang disabilitas memiliki posisi yang lemah lantaran pelaku kekerasan seksual biasanya adalah orang terdekat maupun yang memiliki otoritas terhadapnya. Karena itu, menurutnya, penyandang disabilitas tidak bisa menolak karena ketakutan.

“Sehingga dalam figur otoritas itu dia submisif, nurut. Dia walau nggak diapa-apain, nggak berani untuk menolak, untuk berontak, untuk apa, dia takut dikeluarkan dari rumah kalau dia nggak nurut dan sebagainya. Sementara di UU KUHP harus ada unsur dipaksanya tuh harus jelas banget. Sementara banyak yang situasinya sangat lemah bahkan mereka untuk bilang tidak segala macem kesulitan. Ya ada banyak hal-hal yang tidak diatur dalam KUHP sehingga kita menginginkan UU P-KS ini, urgent,” tandasnya.

Audiensi kali ini diikuti oleh puluhan penyandang disabilitas dari berbagai organisasi yang tergabung dalam Koalisi Gerakan Perempuan Disabilitas. Mereka diterima oleh anggota Komisi VIII yaitu Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Diah Pitaloka, dan Agung Putri Astrid.

Berikut ini pernyataan sikap dari Koalisi Gerakan Perempuan Disabilitas:

  1. Mendukung rancangan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang disusun oleh Komnas Perempuan bersama berbagai organisasi perempuan, termasuk organisasi-organisasi penyandang disabilitas.
  2. Mengingatkan kepada DPR RI untuk menghapus pasal 104 sesuai dengan surat Komnas Perempuan kepada Panja RUU P-KS Komisi VIII DPR RI.
  3. Menolak sikap Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang menghilangkan banyak pasal-pasal penting di dalam RUU P-KS yang disusun oleh Komnas Perempuan dan organisasi-organisasi perempuan dan disabilitas.
  4. Mendukung DPR RI untuk mempercepat proses pembahasan dan segera mensahkan RUU P-KS.

Sumber: news.detik.com

Kategori: